3.11.2010

..And The Tears are Gone..

Saya, seorang perempuan dengan tampang sangar, bodi preman tapi berhati melankolis. Sangat mudah menangis di berbagai kondisi. Senang, saya menangis. Sedih, saya menangis. Marah, saya menangis. Bahkan takut pun, saya menangis. Intinya saya itu cengeng. Bagi orang yang baru pertama kali melihat saya menangis, pasti akan takjub. Air mata yang mengalir di wajah saya tampak sangat seksi. “Woooooo, mbaknya seksi pas nangis.” Ya iyalah, dengan adanya air mata di wajah saya, kesangaran dan kepremanan saya menjadi lebih manusiawi. Saya tampak seperti manusia biasa yang punya kelemahan (ciiieeeee..s.o.n.g.o.n.g dikit bole lah). Namun, air mata saya yang sering mengalir justru menjadi malapetaka ketika berhadapan dengan mantan pacar saya (waktu itu masih lah menjadi pacar saya). “Uda si, nangis mulu. Gampang bener si nangis.” Atau kalau tidak, ketika saya mulai mewek, ditinggal lah saya. Dibiarkannya saya menangis sendiri. Bosan mungkin para mantan-mantan pacar saya itu melihat air mata yang tidak pernah ada habisnya.

Saya tidak pernah malu mengakui saya itu mudah sekali meneteskan air mata. Dari air mata dengan kecepatan 10 mm/menit hingga 120 km/jam, saya bisa lakukan itu semua. Menangis sesunggukan, menangis tanpa suara hingga menangis dengan meraung-raung, saya ahlinya. Bagi saya, menangis dan air mata merupakan alat untuk mengeluarkan penat emosi yang paling aman dan berikut ini adalah alasannya:

1. Murah (saya tidak akan menulis tanpa biaya, karena setidaknya saya harus mengeluarkan uang untuk membeli tissue, ada orang yang kalau lagi bad mood, pengekspresiannya dengan belanja, susah kan, bayangkan berapa uang yang keluar setiap kali orang tersebut kalap).

2. Tidak terlalu merepotkan orang lain (biasanya kalau saya menangis kencang, saya hanya perlu dipeluk, kemungkinan yang terjadi: tangisan saya akan bertambah kencang atau justru mereda).

3. Mudah (karena saya bisa melakukannya di berbagai kondisi, tempat dan posisi, regulasi emosi saya berlangsung dengan baik, tidak perlu mengosongkan jadwal hanya untuk menangis).

4. Tidak menyakiti orang lain (bayangkan kalau saya memilih mengekspresikan kemarahan saya dengan memukuli atau memaki orang yang membuat saya marah, berapa banyak orang yang sudah saya sakiti).

5. Aman (saya cukup menangis, maka perasaan saya bisa plong, tangisan saya tidak disertai dengan perilaku aneh-aneh lainnya, seperti self injury atau percobaan bunuh diri dengan racun, obat tidur atau terjun dari mall).

Luar biasa bukan efek dari tetesan air mata yang mengalir di wajah saya? Air mata merupakan salah satu ciptaan empunya alam semesta yang luar biasa hebatnya dan sangat mengagumkan. Saya tergila-gila dengan satu hal ini. Saya memujanya. Thanks God. Namun, saya tidak bisa menangis sejak 3 bulan lalu.

Seperti yang saya kemukakan sebelumnya, saya bisa menangis di berbagai kondisi. Tidak perlu menunggu momen sedih saja. Momen menyenangkan juga bisa membuat saya menangis. Namun tidak dengan kondisi saya saat ini. Ketika saya wisuda program magister saya, yang saya lalui dengan penuh pengorbanan (3x saya ikut ujian masuk UI, mental. Hingga akhirnya UGM menerima saya, kuliah yang melelahkan, menguras tenaga dan dompet, tesis yang berbelit-belit dan cobaan dimana pembimbing saya meninggal, semua mewarnai perkuliahan saya, hingga akhirnya saya bisa meraih predikat yang luar biasa bagi saya “CUM LAUDE”), saya justru tidak bisa menangis ketika seremonial wisuda tersebut berlangsung. Bahkan ketika prosesi angkat sumpah sebagai seorang psikolog, yang kata orang penuh dengan suasana haru biru, saya tetap tidak bisa menangis. Kemana air mata saya..?

Pergulatan hidup paska wisuda, sebagai job seeker, pencarian eksistensi diri di usia memasuki 30 tahun dan masih belum bisa berdiri di atas kaki sendiri, krisis percaya diri karena belum bekerja, keinginan memiliki pasangan, kerinduan melakukan aktivitas bersama pasangan, konflik dengan orangtua karena masih merepotkan mereka, jalan menuju cita-cita yang masih panjang, proses mencari kerja yang melelahkan dengan hasil tidak sesuai harapan hingga pertanyaan retorik terhadap kapabilitas diri, hanya mampu membuat dada saya sesak dan mata saya berkaca-kaca. Tidak cukup mampu membuat air mata mengalir di wajah saya. Kemana air mata saya..?

Momen senang, sedih, kemarahan yang awalnya dengan mudah membuat saya menangis, kini tidak lagi mampu menggerakkan otak saya untuk memerintahkan agar air mata saya turun. Hanya meninggalkan rasa sesak di dada saya. Gosh, I hate this situation. Air mata yang membantu saya untuk meregulasi emosi agar saya tetap berfungsi sepenuhnya, air mata yang bertugas menguras emosi negatif dalam tangki emosi diri saya, air mata yang mendampingi saya di berbagai peristiwa, saat ini sedang pergi entah kemana. Ada yang hilang dalam diri saya. Ketika tulisan ini saya buat, dorongan menangis sangat besar, namun seperti biasa, dorongan tersebut terhenti. Sekali lagi, meninggalkan kesesakan.

Saya merindukan diri saya menangis dan ketika air mata memenuhi wajah saya..

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
catatan kecil: seperti biasa http://www.fotosearch.com/ membantu saya mendapatkan gambar untuk ditampilkan

3 komentar:

Anonim mengatakan...

semoga terpenuhi kerinduannya :)

Didot mengatakan...

"Pergulatan hidup paska wisuda, sebagai job seeker, pencarian eksistensi diri di usia memasuki 30 tahun dan masih belum bisa berdiri di atas kaki sendiri, krisis percaya diri karena belum bekerja, keinginan memiliki pasangan, kerinduan melakukan aktivitas bersama pasangan, konflik dengan orangtua karena masih merepotkan mereka, jalan menuju cita-cita yang masih panjang, proses mencari kerja yang melelahkan dengan hasil tidak sesuai harapan hingga pertanyaan retorik terhadap kapabilitas diri, hanya mampu membuat dada saya sesak dan mata saya berkaca-kaca. Tidak cukup mampu membuat air mata mengalir di wajah saya. Kemana air mata saya..?"
lagi nulis tentang daku ya Toet.........

Jeng Toet mengatakan...

dear, didot..ra sah ngece ngono kuwi..hahahahahahahaha..masalahmu tinggal ijazah wae kan..(upppsss, aku ngomong jorok..) Semangaaaaaaaattt..:)

Posting Komentar