It's all about my world, the city girl..
Buat apa menangisi lelaki hanya karena kita pernah tidur dengan mereka dan kemudian mereka hilang..?? Buat apa menangis hanya karena sudah tidak perawan lagi dan kemudian kita ditinggalkan..?? Buat apa menangis hanya karena keperawanan kita hilang dan kemudian kita menjadi kehilangan harga diri..?? Tidak ada gunanya semua tangis dan air mata apalagi sampai bunuh diri.
Label: Adult Thing
Dari sebuah email yang saya terima:
Life is short..
Break the rules..
forgive quickly..
love truly..
laugh constantly..
And never stop smiling..
no matter how strange life is..
Life is not always the party we expected to be..
but as long as we are here, we should smile and be grateful..
Ketidakpercayaan itu untuk diatasi, bukan dipelihara dan dibesarkan, dipupuk ataupun dirawat. Ketidakpercayaan itu seperti obat, pada dosis tertentu, dia mampu menyembuhkan, namun lebih dari dosisnya, dia akan mematikan. Sama halnya seperti obat, ketidakpercayaan memiliki rasa yang tidak enak, hanya pahit. Konsumsilah hanya dengan resep dokter .
Label: When I Talk about Other
"Ini masalah pilihan, kamu memilih untuk mempertahankan status itu. Take the risks then."
Semua orang (sepertinya) membutuhkan generator untuk terselenggaranya sebuah status. Besar kecilnya status, ditentukan dari generatornya. Semakin besar generatornya, biasanya statusnya (bisa) semakin tinggi. Jadi, bagi Anda dan juga saya, kalau menginginkan status yang wah, belilah generator yang besar. Kalau dana terbatas, ya janganlah berharap memiliki status tinggi tersebut dalam waktu dekat. Hanya mencari mati saja. Percayalah..
Label: It's all about me
Label: It's all about love
Take a break for a while from typing something that really fucking boring thing.. Wanna write something seriously..
Tentang para pria di sekitar saya. Dengan tampilan berbeda namun pada dasarnya memiliki kemiripan satu dengan lainnya.
Pria Pertama
Mengisi hati saya selama dua tahun. Saya meletakkan hampir separuh hati saya padanya. Tanpa saya sadari, saya menjadi seseorang yang lebih baik dengan kehadirannya. Namun tidak saya pungkiri, kepergiannya, menjadikan saya masuk lebih dalam ke sebuah dunia yang disebut paranoid.
Pria Kedua
Menjadi seorang yang spesial bagi seorang teman baik saya, bahkan telah resmi bertunangan. Tanpa pengalaman percintaan sama sekali hingga dia bertemu teman saya tersebut. Memendam rasa terhadap teman saya selama sekian tahun, bahkan merelakan teman saya menjadi pacar sahabatnya sebelum akhirnya menjadi tunangannya.
Pria Ketiga
Seorang teman yang sebenarnya saya tidak terlalu mengenalnya tapi saya sok tahu tentang dirinya. Seseorang yang setahu saya tidak banyak berbicara dan terkadang menjadi bayangan orang lain yang sepertinya lebih punya kekuatan untuk bicara. Seseorang yang memiliki pandangan ke depan namun seringkali kesulitan untuk merealisasikan pandangan tersebut.
Pria Keempat
Seorang teman juga, hanya saja saya sedikit lebih punya kesempatan mengenalnya. Supel, cukup populer. I think he's good looking enough. Menyenangkan, dan cukup membuat saya nyaman berbicara dengannya. Penyuka musik yang kurang nyaman di telinga saya.
Mereka berbeda secara fisik, latar belakang keluarga dan budaya, pendidikan, ekonomi, pekerjaan, minat dan banyak hal lainnya. Tapi saya melihat kesamaan yang cukup dominan dalam diri mereka, yang sepertinya menjadi suatu hal yang mereka tutupi dengan sepenuh hati, rasa tidak percaya diri, introvert dan sensitif.
Pengalaman tidak menyenangkan di masa lalu mungkin menjadi salah satu dari sekian banyak alasan yang menyebabkan mereka seringkali merasa minder dengan apa yang mereka lakukan. Merasa bahwa orang lain lebih mampu dari mereka. Berpikir bahwa perjuangan hidup terasa begitu berat sehingga tidak berani masuk pada level kehidupan yang lebih tinggi lagi. Memasang target yang berada pada batas normal-normal saja seperti orang pada umumnya. Namun menyukai sesuatu yang rebel.
Introvert. Mereka setipe. Pasang tampang garang, acuh, tak peduli, namun sebenarnya mereka memasukkannya semua ke dalam hati. Seperti tak melihat, namun mengamati dengan cukup dalam. Tak mau tahu, tapi mendengarkan dengan seksama. Memasukkan semua proses ke dalam otak. Mengolahnya, menciptakan begitu banyak pertanyaan, menyimpannya dalam hati, dan akhirnya menjawabnya sendiri. Lebih senang menyimpannya sendiri alih-alih berbagi dengan orang lain. Bermain dengan pikirannya sendiri. Tampak tenang, mati rasa, datar namun bergejolak di dalam.
Sensitif. Sangat mudah tersakiti. Namun bertahan dengan sepenuh daya untuk tampil tangguh. Kegagalan merupakan suatu kejadian yang traumatis bagi mereka, namun berusaha untuk tidak menunjukkannya pada orang lain. Sangat tidak mudah membuat mereka mempercayai orang lain. Sensitifitas mereka yang cukup tinggi membuat mereka memasang tembok tebal untuk urusan emosional. Mereka menyadari bahwa setiap orang memiliki peluang sama besar untuk menyakiti hati mereka. Kepercayaan merupakan suatu hal yang sakral bagi mereka. Hanya orang terpilih yang bisa mendapatkan kepercayaan mereka. Dan itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Terlepas dari itu semua, saya melihat sebuah potensi yang luar biasa besar dari dalam diri mereka untuk melakukan sebuah gebrakan besar. Mereka semua pemikir hebat. Memiliki cukup banyak waktu untuk menganalisa. Hanya saja mereka tidak menyadarinya. Sepertinya, butuh booster dengan kekuatan superbesar untuk mengeluarkan semua kelebihan diri yang terpendam cukup lama dan pada akhirnya terlalu dalam untuk digali.
Saya mungkin sok tahu menuliskan ini, tapi entah mengapa, saya begitu yakin dengan potensi yang mereka miliki. Sayangnya, tembok yang menutupi potensi tersebut terlalu tebal untuk dihancurkan.
Label: When I Talk about Other
Apalagi coba yang mau saya tulis. Sial, saya mati bosan di kos. Malam minggu, pengen keluar, tapi banyak tanggungan. Ga keluar, sial, kos sepi bener. Ngerjain tanggungan, belum dapet panggilan. Ditambah lagi Jogja sinting banget panasnya. Paket komplit dan tepat untuk mengeluh, komplen, memaki, merutuk, menghujat. Susah sekali saya buat konsentrasi pada satu hal. Apa kek. Misalnya mo nonton tipi, uda lah fokus nonton tipi aja. Ga usah naek turun ga jelas. Ato kalo mo ngerjain tugas, ya tugas aja dikerjain, jangan sebentar-sebentar keluar kamar, naek turun juga. Tidak bisa konsentrasi lebih dari 15 menit saja.
Kalo lagi otak kopyor kaya gini, bisa dipastikan, pikirannya mengelana kemana-mana. Contohnya ini, saya tiba-tiba teringat dengan obrolan waktu reuni SMA kemarin. Saya baru tau kalo ternyata nama saya tercemar selama 10 tahun tanpa saya sadari. Jadi begini lah ceritanya:
Seorang yang tidak bertanggungjawab, menggunakan nama saya untuk mengejar-ngejar seorang lelaki yang notabene temen SMA saya. Ngomong apa aja saya juga ga ngerti. Intinya, perempuan laknat itu menyatakan cinta pada teman SMA saya menggunakan nama saya! Sinting! Ditolak katanya sama teman SMA saya itu. Eh, kok ya ga brenti juga tu perempuan. Dia mendekati adek teman SMA saya, mengejar-ngejar dan menyatakan cinta. Sialaaaaaann..!!! Dan sumpah, saya bener-bener ga tau kalo nama saya disalahgunakan oleh si perempuan iblis itu. Saya baru tau ya pas reuni itu. Langsung lah saya konfirmasi. Tapi kok saya agak sangsi ya konfirmasi saya ditanggapi positif. Sepertinya, nama saya tetep aja jelek. Tetep aja dianggep sebagai perempuan yang ga tau diri, ga punya taste dalam mengejar laki-laki. Sialan emang perempuan sinting itu. Bayangkan, selama 10 tahun nama saya tercemar, difitnah tanpa saya tau!!!
Ga ada guna sebenernya nulis ini..toh uda basi jugah.. Kemaren-kemaren waktu pulang dari reuni, harusnya langsung nulis, tapi males. Baru sekarang keulik lagi, itu juga gara-gara otak kopyor. Tapi saya merasa saya harus menyalurkan energi negatif yang muter-muter ga jelas di tubuh saya. Yah, yah, itung-itung nulis yang ga pake analisa. Nulis yang ga dalem-dalem. Nulis yang bener-bener buat iseng. Nulis yang ga pake pretensi apapun. Nulis yang (semoga) ga akan disalahartikan. Hihihihihihihi..
Kemarin saya menulis sebuah note yang terinspirasi dari obrolan dengan teman. Weiiits, sepertinya ada bau-bau ga enak paska tulisan itu. Ada dong beberapa yang menanyakan ada hubungan apa saya sama orang yang obrolannya menginspirasi note saya itu. Haaaddddaaaaah..apalagi. Pusing saya. Setiap kali saya menulis tentang lawan jenis, selalu ditanya ada hubungan apa. Ga bisa apa nerima kenyataan kalo saya ga selalu harus ada hubungan dengan para lelaki yang menginspirasi tulisan saya? Siapa saja, apa saja, kapan saja, semuanya bisa menginspirasi tulisan saya. Semuanya punya kans sama besar. Tapi memang si, kans lelaki lebih besar untuk saya tulis daripada perempuan. Seperti yang saya katakan pada seorang teman, saya itu lancar jaya kalo nulis tentang lelaki. Dapet gitu lah kemistrinya. Cuma ga nahan emang sama opini publiknya. Gosip, gosip, gosip. Saya si sebenernya ga masalah digosipin, tapi yang jadi masalah, orang yang digosipin sama saya itu. Biasanya ni, mereka, noh, noh, orang yang apes digosipin ada apa-apa dengan saya, pada kegeeran. Pada bingung maunya sendiri. Pada aneh. Pada mikir yang ga-ga. Pada nganggep gosip itu sebagai fakta. Trus ngejauhin saya, trus nyebarin (lagi) gosip baru tentang saya. Ga akan brenti lah tu pemberitaan sinting tentang saya yang tidak mungkin bisa dipertanggungjawabkan secara moral.
Dipikir-pikir, memang butuh mental yang berbeda dari mental orang kebanyakan agar bisa bertahan dari yang namanya badai gosip. Ya kaya saya itu. Lama-kelamaan, saya jadi kebal digosipin. Bodo orang mo ngomong apa, yang penting orang-orang terdekat saya tau kebenaran sejati (jiaaah, bahasanya) saya. Ga gampang mengasah mental supaya kebal. Latihannya beraaaaat. Anggota Densus 88 pun saya ragukan bisa bertahan dari badai gosip. Taruhan, anggota Densus 88 bisa mati gila kalo dapet gosip aneka rasa seperti yang biasa saya dapatkan. Jadi, melalui tulisan ini, saya cuma mo bilang ni, siapapun Anda yang berjenis kelamin lelaki dan tidak memiliki hubungan darah dengan saya, punya kesempatan sama besar untuk digosipkan terlibat dengan saya. Ga tau juga model terlibatnya kaya apa, pokoknya terlibat aja dengan saya. Namanya juga gosip yak, kebenarannya jelas-jelas diragukan, tapi efeknya, dasyaaaat. Kalo merasa cuma punya mental kedele alih-alih tempe, jauh-jauh lah dari saya. Percuma juga kalo mental cuma seupil gitu, ga akan bisa lah ngadepin gosip itu. Daripada, sok-sokan bisa bertahan dan pada akhirnya cuma bikn saya jadi tambah sakit ati karena toh juga pada lari saking ga betahnya sama ujan gosip, lari aja dari sekarang.
Yayayayaya..namanya juga tulisan otak kopyor. Murni luapan energi negatif ga jelas yang sedang mengelilingi saya. Daripada saya buat dosa nikmat, mending saya nulis ajaaah.. Seperti biasa, kalo ada kesamaan tokoh, tempat, peristiwa, kutipan kata/kalimat, itu hanya lah kebetulan semata. Tidak ada niatan untuk melakukan pembajakan apalagi penghinaan yang berakhir pada fitnah. Atas kesediaan Anda semua membaca tulisan ini, saya ucapkan banyak-banyak terimakasih karena Anda telah berperan terhadap eksistensi aset bangsa yang sangat berharga, yaitu saya.
NB: I am totally sinting person, I think.. 100% pure.. Faaaakkkkk..
Label: It's all about me
Tulisan yang sengaja saya buat untuk menunda mandi dan pada akhirnya menunda mengerjakan tugas akhir.
Ide tulisan ini muncul dari seorang teman lama yang sarap dan cukup sinting lah saya pikir karena terlalu lama berkubang dalam urusan kisah cinta yang menyakitkan.
Teman Saya yang Sarap (TSS): Ealah..harus jauh-jauh kayanya. Phobia sama cewek mens. Gahar (apaan ni artinya saya juga ga ngerti) banget soalnya.
Saya yang Tidak Sarap (STS): Yang jauuuuuuuh skalian, kalo perlu tinggalin kotamu.
TSS: Cuakaka (asli, sebenernya jayus bener model ketawa teman saya ini) Gah! Kotaku terlalu nyaman buatku.
STS: Maka aku akan membuatmu keluar dari zona nyamanmu. Itulah pekerjaan sipikolog (istilah bodoh dari teman saya yang sarap).
TSS: Lah, bukannya terbalik? Sipikolog kan membuat nyaman buat user (loe kate junkie ape, user..istilah teman saya yang sarap itu selalu saja bodoh).
STS: User kaya kaya kamu itu biasanya menyalahgunakan zona nyaman..jadi edyaaan..
Zona nyaman..hmmmm..bagi saya istilah tersebut lebih banyak negatifnya daripada positifnya. Begitu banyak orang terjebak dalam sebuah wilayah yang disebut zona nyaman. Stuck in there..!! Dan ini sedikit dari sekian banyak contoh.
Berapa banyak teman saya terjebak dalam sebuah hubungan yang tidak sehat hanya karena dia terlanjur nyaman dengan hubungan tersebut. Menangis, sakit hati, sudah bukan hal yang ditakuti. Justru menjadi semacam candu. Pacar berbicara kasar, memaki dan bahkan memukul, sudah menjadi menu utama. Jika hal tersebut hilang, menjadi semacam pertanyaan, "Apakah dia sudah tidak mencintaiku lagi..?" Kalau curhat, seolah-olah hidupnya menderita sungguh, tapi begitu diminta untuk meninggalkan sumber derita, responnya, "Aku ga bisa idup tanpa dia. Meskipun dia kasar, aku tau kok kalo sebenernya dia mencintaiku." An**ng, ngomong sana sama tembok, jangan sama saya!
Atau seorang teman yang dari lahir sampai punya anak, tinggal di kota tempat saya dibesarkan. Kalau saya bertemu dengannya, nongkrong, ngopi-ngopi, hujatan tentang kota tersebut dengan deras mengalir. Yang katanya kotanya ga maju-maju lah, nanggung lah, ndeso lah, ga ada hiburan lah ato apa lah. Belum lagi kalau belanja dia harus pergi jauh-jauh ke ibu kota kerena ibu kota menyediakan kebutuhan yang lebih sesuai dengan seleranya. Trus saya tantangin dia untuk meninggalkan kotanya sekarang dan menuju ibu kota. Responnya, " Ga ah, repot. Di sana pada mahal, macet, banyak keramaian. Di sini aja, tenang, damai." T**!!!
Saya berpikir, zona nyaman membuat orang menjadi tidak berkembang. Terbuai kemudian menjadi malas. Sudahlah, mau mencari apa lagi. Cukuplah, toh kebutuhan sehari-hari juga tidak berkekurangan. Looks like has no fight! Zona nyaman tidak selamanya hal yang benar. Perlu kita waspadai bila zona nyaman tersebut sudah mulai menjadikan kita memiliki progres kehidupan yang lambat, stagnan atau bahkan mengalami kemunduran. Zona nyaman itu seperti pisau yang tajam. Terkadang, dia diperlukan dan sangat membantu kita, di sisi lain, dia bisa membunuh kita.
Bagaimana kita bisa melihat zona nyaman akan menjadi bencana bagi kita? The answer is only one!! Just be honest with your self.Buang semua pertahanan diri kita. Benarkah kondisi seperti ini membuat kehidupan kita menjadi lebih baik dari sebelumnya? Sungguhkah kondisi seperti ini yang benar-benar kita inginkan? Dan jika jawabannya tidak, sudah tahu lah kita harus bagaimana. Waktunya untuk mencoba sesuatu/seseorang yang baru. Come on, masih banyak hal-hal baru yang menanti kita. Kita tidak akan pernah tahu kalau kita tidak mencoba. Kita tidak akan mati hanya karena kita mencoba sesuatu yang baru. Kita juga tidak akan kehilangan nyawa hanya karena memutuskan sebuah hubungan tidak sehat yang sudah berlangsung puluhan tahun. Kita hanya bisa mati kalau yang memberi kita nyawa menginginkan kita mati.
Jangan pernah berhenti pada satu titik, walaupun titik tersebut memberimu kenyamanan..!
NB: Dear teman saya yang sarap, PEACE..;p
Sepertinya saya sedang menjadi bukan diri saya dengan menulis tulisan yang inspiratif ini. Tapi begitu lah saya, selalu mengagetkan banyak pihak dengan begitu banyaknya talenta saya (ciieeeeeee..cuit, cuit, cuit). Contoh terdekat adalah efek tulisan ini bagi saya, note ini telah membuat saya sendiri terkejut. Kenapa saya lebih memilih menulis note ini daripada mandi dan kemudian mengerjakan tugas akhir saya. Faaaaakkkkk..!!!
Label: When I Talk about Other
Saya sedang jengkel dengan tugas akhir saya. Selalu saja kurang, kurang dan kurang. Revisi, revisi, revisi terus. Jadi, sebagai pengalih perhatian sementara, saya menerima tawaran dari teman saya untuk mengisi pembekalan bagi remaja di salah satu SMU negeri.
Friend of mine (FM): Bun (ini panggilan beken saya), tolongin si ngisi materi di sma'ku. Topiknya pasti kamu suka.
Me (M): Apaan topiknya?
FM: Kesehatan reproduksi..!!
M: (dengan mata berbinar karena menemukan waktu berbicara tentang seks) Yoyoi.. Siap..tapi materi kamu lah ya yang nyiapin.
FM: Wokewokewoke..tapi ada NAPZAnya juga..
M: Halah, kok pake NAPZA..(merutuk karena waktu berbicara tentang seks akan terpotong oleh topik yang saya tidak sukai.)
Dan tiba lah hari bersejarah itu. Hari dimana saya bisa berbicara tentang seks.
Bla, bla, bla..dimulai dengan pembuka, bla, bla, bla, dan ini lah saatnya..
M: Apakah reproduksi itu?
Remaja (R): Proses berkembang biak untuk menghasilkan keturunan (bahasanya biologi sangat dan tidak bercacat. Gurunya pasti senang. Muridnya sopan dan pandai.)
M: Waaah, pintar. Apa saja alat reproduksi itu?
R: Ya itu.
M: Itu apa?
R: Ya itu. (Salah satu contoh jeleknya metode pendidikan di negara saya tercinta).
M: Oke, alat reproduksi laki-laki apa?
R: Ituuuuuu..(mulai saya jengkel dengan metode pembelajaran yang mereka terima).
M: Ooooo, jadi buku biologi bilang kalo alat reproduksi laki-laki disebut itu?
R: Iyaaaa..(Saya jadi ingin tahu, siapa guru biologi mereka).
M: Baiklah, karena kalian ga mau bilang apa alat reproduksi laki-laki, saya saja yang sebut (waaaaah, saya akan menyebutkan salah satu bagian kesenangan saya). Alat reproduksi laki-laki disebut penis!
R: Hiiiiiiiiiiiiiiiiii..mbaknya njijiki.
M: (dalam hati saya mengutuk mereka).
Akhirnya saya dengan setengah memaksa, meminta mereka untuk mengulang kata penis tersebut. Ada yang tetap tidak mau mengikuti permintaan saya dan hanya diam saja.
Berbicara tentang seks bukan hal yang mudah di Indonesia. Budaya yang turun temurun menjadi salah satu penghambatnya. Tabu, jorok, porno, saru atau apa lah istilahnya. Ironisnya, perilaku seks masyarakatnya, luar biasa memprihatinkan. Peningkatan kehamilan di luar pernikahan atau penyebaran penyakit seks menular yang memprihatinkan. Ini lah akibat kebodohan yang dibuat sendiri. Dibicarakan secara terbuka, tidak diperbolehkan. Ditutupi, jadinya malah busuk.
Apa lah ruginya membicarakan seks dalam koridor yang jelas. Dalam fungsi pengetahuan, misalnya. Ilmiah sebenarnya. Sangat ilmah, sarat dengan teori-teori yang disertai bukti keilmuan, tetapi kenapa masih saja susah untuk dibicarakan? Di kalangan akademik, baiklah, tidak ada masalah. Di kalangan awam?
Satu hal ironik yang saya dapati ketika saya berbicara beberapa hari lalu, keseluruhan dari mereka enggan menjawab pertanyaan saya tentang nama alat reproduksi laki-laki, tetapi mereka bisa menyebutkan tentang cupang, cipok dengan mudahnya. Bayangkan, koridor pertanyaan saya jelas dalam batasan keilmuan, dan mereka ENGGAN menjawab. Justru mereka tanpa beban berbicara tentang istilah-istilah terkait dengan seks di luar keilmuan. Saya yang sinting atau bagaimana?
Seorang dari mereka ada yang bisa menjawab tentang aktivitas seksual yang dapat mengarah pada hubungan kelamin. Kissing, necking dan petting. Maka saya pun menjelaskan satu persatu tentang tiga hal tersebut. Ketika tiba di bagian petting, mulai lah saya menuai tanggapan: yeeeeekkk, nggilani, njijiki. Bahkan beberapa saya lihat ada yang sampai menutup telinga sambil geleng-geleng ketika saya menjelaskan tentang petting. Sekali lagi, saya terenyuh melihat keadaan tersebut.
Di tahun seperti ini, dengan kemajuan teknologi dan banyak hal lainnya, seks masih saja menjadi hal yang sulit untuk dibicarakan secara terbuka bahkan dalam koridor pendidikan. Padahal menurut Maslow, seks sebagai kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar dari seorang manusia. Kalau keberadaannya saja masih sering ditutupi dengan alasan kesopanan, mau dapat informasi benar bagaimana coba. Hasilnya, banyak yang meraba-raba, mencoba-coba tanpa panduan yang tepat dan berdampak sangat buruk. Namun ketika seseorang mencoba menelusuri lebih dalam tentang seks dalam rangkan mendapatkan panduan yang tepat, jalan mereka dihambat. Misal: Anak kecil yang tanpa sengaja melihat tayangan orang sedang berciuman kemudian menanyakan kepad orangtuanya, berapa banyak orangtua yang bisa menjelaskan dengan tepat? Paling-paling dijawab, itu urusan orang dewasa atau huussssh, masih kecil, jangan tanya yang macem-macem kaya gitu atau langsung televisi dimatikan. Begitu susahkah menjelaskan hal yang benar tentang seks? Sangat fatal kalau kita sejak dini tidak memberikan informasi yang tepat tentang seks.
Tidak pernah ada kata terlambat untuk menginformasikan seks dengan tepat guna..
Label: When I Talk about Other