It's all about my world, the city girl..
Label: It's all about me
Seminggu terakhir, mind over mood mendarah daging dalam pikiran saya. Jelas lah, mengingat ini materi yang harus saya bawakan untuk sebuah pelatihan pengenalan diri pada remaja. Masalahnya, saya agak kesulitan untuk melakukan penghayatan untuk mempresentasikannya karena yang saya alami beberapa hari belakangan justru mood over mind. Istilah yang sama sekali salah. Sebenarnya, tidak ada yang namanya perasaan menentukan pikiran. Dimana-mana, kodratnya, yang di atas akan mengalir ke bawah. Bukan sebaliknya. Kecuali menggunakan alat bantu. Seperti pompa air. Jadi, sampai kapan pun, penentu itu ya pikiran. Dari otak, turun ke hati.
Kembali pada kesulitan saya tadi. Mengapa saya seolah-olah mengalami situasi mood over mind? Karena tampaknya, perasaan saya mengendalikan pikiran saya. Saya merasakan dulu, baru berpikir sesuai dengan perasaan saya. Saya merasa malas, maka saya berpikir bahwa saya sebaiknya di kamar saja. Atau saya merasa cemas, maka saya berpikir bahwa yang saya lakukan tidak beres semuanya jadi lebih baik saya diam saja. Bagaimana saya berbicara tentang pikiran sebagai pengendali perasaan, sedangkan saya tampaknya berada pada situasi yang sebaliknya.
Dalam mind over mood, karena sifatnya sebagai sebuah terapi, maka penekanannya lebih pada pikiran penghasil perasaan positif. Situasi yang saya alami sebenarnya tetap dikategorikan sebagai mind over mood, hanya saja saya menekankan pemikiran saya untuk menghasilkan perasaan negatif.
Tidak ada dalam sejarah, pikiran negatif akan menghasilkan perasaan positif. Sampai maut menjemput, rumusnya tetap sama. Kalau mau perasaan positif, yang berpikir lah positif! Itu lah kesulitan saya kemarin. Bagaimana saya mempresentasikan tentang berpikir positif sedangkan saya berada pada kondisi sulit untuk berpikir positif. Untungnya, dalam profesi saya, diajarkan bagaimana menyembunyikan permasalahan pribadi di depan klien. Saya praktekkan saja lah. Berhasilkah saya..? Menurut teman saya, iya. Bagaimana menurut saya?
Tidak! Saya merasa sedang mengenakan topeng. Saya jelas tidak nyaman. Pikiran saya berkata bahwa saya berpura-pura. Palsu. Kepalsuan itu membuat perasaan saya jadi semrawut. Apa yang saya sampaikan di depan peserta pelatihan tidak dilandasi dengan ketulusan. Untungnya, saya manusia pembelajar (meskipun kemampuan belajarnya tidak secepat orang-orang pada umumnya, masih bisa lah saya belajar cepat), sehingga saya pun memaknai kembali presentasi saya. Bukan hanya peserta yang tersugesti, saya pun juga. Malu lah saya dengan peserta pelatihan yang notabene para ABG kalau saya tidak bisa menerapkan apa yang saya sampaikan pada mereka. Jadi, meskipun saya baru bisa nyicil pikiran positif untuk menggantikan pikiran negatif saya sedikit demi sedikit, setidaknya saya telah berusaha. Tetap Semangat..!!
Label: When I Talk about Other
Perseteruan saya dengan seorang teman ternyata melebar kemana-mana. Setelah beberapa lama dia menghilang, tidak ada kabarnya dan saya hanya sempat mendengar bahwa dia sedang ingin membumi, akhirnya dia kembali. Dia mulai aktif lagi menyapa dan berinteraksi dengan teman-teman lana melalui dunia maya. Termasuk dengan saya. Sebenarnya, saya tidak menyangka dia akan menyapa saya melalui sebuah komentar di halaman FB saya, mengingat sejarah kelam diantara saya dan dia. Saya pun membalas komentarnya. Dalam sebuah tulisannya, dia mengatakan bahwa perlakuan saya terhadap dia membuatnya terpuruk, namun sekarang dia sudah kembali bangkit. Serta merta, muncul perasaan sangat bersalah terhadapnya. Saya menghubungi dia. Telepon saya tidak diangkat. Sedang sibuk katanya melalui sms. Beberapa percakapan via sms tidak juga mampu membujuk dia untuk mau berbicara langsung dengan saya. Akhirnya saya menulis penyesalan saya di halaman FB saya.
Dia orang pertama yang menuliskan komentar. Saya pun membalasnya. Saya berusaha menyikapi komentarnya (yang sinis menurut saya) dengan komentar bercanda. Beberapa kali saya dan dia berbalasan komentar. Besoknya, semua komentar dia di tulisan saya, HILANG..! Ada yang tidak beres rupanya. Saya membuka halaman FB'nya..ternyata saya tidak bisa membukanya. Saya diblok..!!
Saya gregetan. Saya tulis lah tulisan tentang kelakuan dia yang membatasi akses saya membaca halaman FB'nya. Saya berharap dia membacanya. Dan dia memenuhi harapan saya. Dia membaca dan berkomentar. Kali ini komentarnya dipenuhi dengan emosi..!! Dia mengatakan bahwa saya mengalami distorsi pikiran dan membutuhkan bantuan psikiater. Komentar dia pun dikomentari oleh beberapa teman saya dengan bercanda. Saya pun demikian. Tetapi rupanya bercandaan saya dan teman-teman tidak dianggap sebagai sebuah candaan olehnya. Dia HILANG dari daftar teman saya di FB. Saya pikir wajar, karena dulu dia pun melakukan hal yang sama di FS. Namun yang aneh, dia juga hilang dari daftar beberapa teman-teman saya yang juga teman-temannya.
Mungkin dia kembali bertapa dan memutuskan koneksi dengan teman-temannya. Tidak semua teman saya pikir, tetapi dia khususkan pada teman-teman yang mengancamnya. Kalau saya berada pada peringkat pertama yang mengancamnya, saya bisa pahami. Namun kalau teman-teman saya lainnya..? bahkan beberapa diantara mereka, saya melihatnya, hanya memiliki intensitas interaksi yang rendah dengannya. Memang, walaupun intensitas interaksi yang tercipta rendah, tidak ada jaminan bahwa hal tersebut tidak mengancamnya. Ini masalah persepsi.
Saya sempat berpikir, sebenarnya siapa yang terdistorsi pikirannya..? Saya atau dia..? Tetapi seorang teman mengingatkan saya untuk berhenti berpikir tentang hal tersebut. Distorsi atau bukan, kembali lagi ke masalah persepsi. Saya punya kubu yang akan mengatakan bahwa dia lah yang terdistorsi. Begitu juga dengannya. Tentu dia juga memiliki kubu yang akan mengatakan bahwa saya lah yang terdistorsi. Jadi, sudahi saja lah, sama seperti dia menyudahi. Saya ikuti permainannya.
Info terkini, untungnya tulisan ini belum saya tayangkan. Baru saja, saya mendapat informasi, dia kembali ada di FB saya. Ini permasalahan kecanggihan teknologi (yang bisa membuat orang muncul dan menghilang sesuka hati) atau permainan baru yang memang sengaja dia ciptakan..? I'm trying to follow the game..
Label: When I Talk about Other