It's all about my world, the city girl..
Welcoming Mondaaaaay..:)
Sumpah, semalem saya berharap hari Senin cepet si datengnya. Saya mati sumpek di kos (biasa, lagi kena serangan pencitraan diri yang negatif). Saking semangatnya nungguin hari Senin (yang sangat jarang terjadi), saya bangun sebelum jam weker saya bunyi. Saya yang biasanya bangun jam 6 (dan adakalanya korupsi sampe setengah 7), bangun dengan sendirinya pukul 5. Ketap, ketip, guling sana, guling sini, tetep aja ga bisa merem lagi. Nasib saya mungkin. Dan setelah rutinitas bla, bla, bla, jam 7 saya sudah duduk manis di ruangan saya. Incredible moment! Saya sendiri takjub.
Buka inbox imel kantor, berencana mau mengirim imel ke konsultan HRD (karena ada file yang ketinggalan), ternyata setelah saya cek lagi, ya ampuuuun, semua file yang harusnya saya kirim kemarin Jumat, belum saya lampirkan. Bagooooos, dimana otak saya kemarin itu. Nevermind, saya kirim ulang lah. Susah amat. Toh konsultannya juga lagi di luar kota, ga mungkin juga cek imel. Urusan imel, beres. Cek lagi, ada kerjaan apa hari ini. Ternyataaaaa..kerjaan ringan. Semua tanpa deadline.. Lovely Monday..
Ngeblog aja lah bentar, udah lama ga update.
Semalem, saya berpikir apa ya yang buat saya ga bisa damai dengan semua mantan saya. Mantan yang berakhir dengan baik-baik aja ga bisa damai, apalagi yang berakhirnya dengan tidak baik.
Label: It's all about me
Label: When I Talk about Other
“Siang tadi aku baru aja tau, temen satu genk waktu di kampus dulu sekarang sudah jadi kontributor di stasiun tv terkenal. Kemarin malam, sahabatku baru saja dapat ijin praktek. Dan baru tadi aku tau, teman yang tidak kukira mengajar di sebuah universitas negeri. Aku, tanpa pencapaian dan aktualisasi, sedang ngopi sambil menunggu bak cucian penuh.”
Label: When I Talk about Other
“Kalau mau nunggu ya agak siangan, cantik. Paling jam 2 – 3 an aku kelar.”
Label: When I Talk about Other
Label: It's all about me
Curi-curi waktu dikit aja buat nulis lagi. Tiba-tiba hasrat menulis begitu besar plus ada ide pula. Daripada ilang. Sabtu, pekan lalu, saya dan seorang sahabat watched the movie. Sebuah film dari serial yang jadi favorit saya, the one and only, SEX and THE CITY. Ceritanya standar lah, saya akui itu. Tapi ada satu hal yang sangat menginspirasi saya (asli, saya merinding ketika menulis ini) dari film itu, salah satu soundtracknya yang berjudul: I am Woman. Versi aslinya dinyanyikan oleh Helen Reddy di sekitar tahun 70an (saya baru tau Helen Reddy setelah saya googgling. And she’s so adorable. Beautiful, charming, energic, dynamic and so awesome). Saya download lagunya, saya putar again again again dan again. Saya ikut menyanyikan liriknya keras-keras (thanx God, I have my own officeroom. Ga perlu takut mengganggu orang lain). Tulisan ini dibuat dengan iringan Helen Reddy, dan saya masih saja merinding!!!!! Dan ini liriknya:
Label: When I Talk about Other
Label: When I Talk about Other
Label: It's all about me
Label: It's all about me
Label: It's all about me
Ada lagu berjudul sama milik The Banery yang saya suka. Liriknya cukup menggambarkan apa yang pernah saya rasakan. Terutama refreinnya.
Label: It's all about love
Label: It's all about love
Saya, seorang perempuan dengan tampang sangar, bodi preman tapi berhati melankolis. Sangat mudah menangis di berbagai kondisi. Senang, saya menangis. Sedih, saya menangis. Marah, saya menangis. Bahkan takut pun, saya menangis. Intinya saya itu cengeng. Bagi orang yang baru pertama kali melihat saya menangis, pasti akan takjub. Air mata yang mengalir di wajah saya tampak sangat seksi. “Woooooo, mbaknya seksi pas nangis.” Ya iyalah, dengan adanya air mata di wajah saya, kesangaran dan kepremanan saya menjadi lebih manusiawi. Saya tampak seperti manusia biasa yang punya kelemahan (ciiieeeee..s.o.n.g.o.n.g dikit bole lah). Namun, air mata saya yang sering mengalir justru menjadi malapetaka ketika berhadapan dengan mantan pacar saya (waktu itu masih lah menjadi pacar saya). “Uda si, nangis mulu. Gampang bener si nangis.” Atau kalau tidak, ketika saya mulai mewek, ditinggal lah saya. Dibiarkannya saya menangis sendiri. Bosan mungkin para mantan-mantan pacar saya itu melihat air mata yang tidak pernah ada habisnya.
Saya tidak pernah malu mengakui saya itu mudah sekali meneteskan air mata. Dari air mata dengan kecepatan 10 mm/menit hingga 120 km/jam, saya bisa lakukan itu semua. Menangis sesunggukan, menangis tanpa suara hingga menangis dengan meraung-raung, saya ahlinya. Bagi saya, menangis dan air mata merupakan alat untuk mengeluarkan penat emosi yang paling aman dan berikut ini adalah alasannya:
1. Murah (saya tidak akan menulis tanpa biaya, karena setidaknya saya harus mengeluarkan uang untuk membeli tissue, ada orang yang kalau lagi bad mood, pengekspresiannya dengan belanja, susah kan, bayangkan berapa uang yang keluar setiap kali orang tersebut kalap).
2. Tidak terlalu merepotkan orang lain (biasanya kalau saya menangis kencang, saya hanya perlu dipeluk, kemungkinan yang terjadi: tangisan saya akan bertambah kencang atau justru mereda).
3. Mudah (karena saya bisa melakukannya di berbagai kondisi, tempat dan posisi, regulasi emosi saya berlangsung dengan baik, tidak perlu mengosongkan jadwal hanya untuk menangis).
4. Tidak menyakiti orang lain (bayangkan kalau saya memilih mengekspresikan kemarahan saya dengan memukuli atau memaki orang yang membuat saya marah, berapa banyak orang yang sudah saya sakiti).
5. Aman (saya cukup menangis, maka perasaan saya bisa plong, tangisan saya tidak disertai dengan perilaku aneh-aneh lainnya, seperti self injury atau percobaan bunuh diri dengan racun, obat tidur atau terjun dari mall).
Luar biasa bukan efek dari tetesan air mata yang mengalir di wajah saya? Air mata merupakan salah satu ciptaan empunya alam semesta yang luar biasa hebatnya dan sangat mengagumkan. Saya tergila-gila dengan satu hal ini. Saya memujanya. Thanks God. Namun, saya tidak bisa menangis sejak 3 bulan lalu.
Seperti yang saya kemukakan sebelumnya, saya bisa menangis di berbagai kondisi. Tidak perlu menunggu momen sedih saja. Momen menyenangkan juga bisa membuat saya menangis. Namun tidak dengan kondisi saya saat ini. Ketika saya wisuda program magister saya, yang saya lalui dengan penuh pengorbanan (3x saya ikut ujian masuk UI, mental. Hingga akhirnya UGM menerima saya, kuliah yang melelahkan, menguras tenaga dan dompet, tesis yang berbelit-belit dan cobaan dimana pembimbing saya meninggal, semua mewarnai perkuliahan saya, hingga akhirnya saya bisa meraih predikat yang luar biasa bagi saya “CUM LAUDE”), saya justru tidak bisa menangis ketika seremonial wisuda tersebut berlangsung. Bahkan ketika prosesi angkat sumpah sebagai seorang psikolog, yang kata orang penuh dengan suasana haru biru, saya tetap tidak bisa menangis. Kemana air mata saya..?
Pergulatan hidup paska wisuda, sebagai job seeker, pencarian eksistensi diri di usia memasuki 30 tahun dan masih belum bisa berdiri di atas kaki sendiri, krisis percaya diri karena belum bekerja, keinginan memiliki pasangan, kerinduan melakukan aktivitas bersama pasangan, konflik dengan orangtua karena masih merepotkan mereka, jalan menuju cita-cita yang masih panjang, proses mencari kerja yang melelahkan dengan hasil tidak sesuai harapan hingga pertanyaan retorik terhadap kapabilitas diri, hanya mampu membuat dada saya sesak dan mata saya berkaca-kaca. Tidak cukup mampu membuat air mata mengalir di wajah saya. Kemana air mata saya..?
Momen senang, sedih, kemarahan yang awalnya dengan mudah membuat saya menangis, kini tidak lagi mampu menggerakkan otak saya untuk memerintahkan agar air mata saya turun. Hanya meninggalkan rasa sesak di dada saya. Gosh, I hate this situation. Air mata yang membantu saya untuk meregulasi emosi agar saya tetap berfungsi sepenuhnya, air mata yang bertugas menguras emosi negatif dalam tangki emosi diri saya, air mata yang mendampingi saya di berbagai peristiwa, saat ini sedang pergi entah kemana. Ada yang hilang dalam diri saya. Ketika tulisan ini saya buat, dorongan menangis sangat besar, namun seperti biasa, dorongan tersebut terhenti. Sekali lagi, meninggalkan kesesakan.
Label: It's all about me