3.10.2010

The Broken Egg

Saya (S): Berapa umurmu..?
Teman (T): 20 tahun, mbak.
S: Berapa kali pacaran..?
T: Belum pernah, mbak..
S: Noh, temen-temenmu yang samaan belum pernah pacaran, uda mulai pacaran noh.. Kapan kamu mo mecahin telurmu?
T: Ntar lah..sebelum aku dewasa, sebelum aku bisa berdamai dengan diriku, kayanya mending telurku utuh aja lah..repot nanti kalo pecah.


Semalam, percakapan tersebut mewarnai diskusi (cukup) panjang di kos saya sambil menanti nyala lampu karena adanya pemadaman. Seorang teman belum pernah memiliki sebuah relasi yang beken dikenal dengan nama pacaran. Dan sebuah idealisme yang cukup baik berada di belakang alasan mengapa teman tersebut masih enggan untuk pacaran.

  1. Sebelum aku dewasa. Teman saya menginginkan sebuah hubungan yang serius. Bukan berarti sekali pacaran harus langsung menikah. Tapi intinya serius. Pacaran baginya bukan ajang mencari pengalaman, mengetahui banyak karakteristik lelaki atau belajar tentang memahami rayu merayu yang maha dashyat. Pacaran memiliki korelasi dengan kedewasaan. Dan teman saya merasa dirinya belum cukup dewasa untuk terlibat dengan sebuah keseriusan seperti yang ia syaratkan dalam sebuah relasi lawan jenis.
  2. Sebelum aku bisa berdamai dengan diriku. Untuk alasan satu ini, teman saya belum membahas lebih lanjut karena topik diskusi kemudian melebar kemana-mana hingga akhirnya lampu pun kembali menyala dan kerumunan pun bubar.
Saya mengatakan kepadanya bahwa di balik persepsinya tentang ke-belum dewasaan-nya, dia justru menampilkan sosok yang dewasa. Bagaimana dia berpikir, bagaimana dia berargumen dan bagaimana dia menggunakan rasionya dengan cukup baik dalam memutuskan sebuah tindakan. Bayangkan saja, dengan umurnya yang memasuki usia 20 tahun, teman saya tidak tergoda dengan tekanan peer group “Kalo loe ga pacaran, loe ga gaul” atau “Loe ga pacaran karena loe ga laku”. Teman saya tentunya tidak masuk tipe yang “ya ampun, gw jelek banget, makanya ga ada yang naksir gw”. Ada tentunya beberapa yang crush on her, namun karena ideologinya, teman saya memilih untuk tidak pacaran.

Tidak mudah bertahan di tengah gempuran pergaulan yang memang tidak ramah terhadap kesehatan kondisi psikologis. Eksistensi diri -terutama bagi remaja dan dewasa awal- beberapa dipengaruhi oleh apa status kita saat ini, jomblo atau berpasangan, siapa pacar kita sekarang atau berapa banyak pacar kita. Diperlukan sebuah kedewasaan untuk mengakui bahwa eksistensi diri semacam itu bukanlah eksistensi diri yang kita butuhkan. Berapa banyak kasus dimana anak-anak SMP-SMU sudah mengenal namanya pacaran dan kebablasan pada aktivitas dewasa? Berapa banyak kasus yang berujung dengan bunuh diri ketika pacar memutuskan kita? Berapa banyak kasus depresi karena tidak punya pacar? Fakta yang ditemukan, saya yakin, akan membuat hati teriris. Dan kehadiran teman saya, sangat membantu sebagai penyegar di tengah bombardir propaganda “loe eksis kalo loe punya pacar”. Dua jempol saya rasa masih belum cukup bagi teman saya tersebut.

Sebagai seorang yang menaruh perhatian terhadap dunia remaja, saya membutuhkan individu dengan pemikiran-pemikiran semacam ini untuk mengkampanyaken pencitraan diri yang sehat bagi remaja. Banyak teman saya yang secara usia telah dianggap sebagai manusida dewasa, tapi apabila kita melongok ke dalamnya, ampun-ampun sudah ketidakdewasaannya. Betapa jelek citra diri yang dimiliki, terkait dengan lawan jenis, sehingga cukup terasa ketidakpercayaan diri yang disimpan. Akibat dari penyikapan yang tidak bijaksana di masa remaja mereka. Jadi, sebaiknya pikirkan benar kapan kita hendak memecahkan telur kita.


catatan kecil:  foto diunduh dari http://www.fotosearch.com/

3 komentar:

Anonim mengatakan...

hahaha, makanya dipikir baik-baik kalau mau mecah telur :) tumben pikirannya sehat .. wkwkwkwk..

Anonim mengatakan...

saya rasa saya tau untuk siapa tulisan ini didedikasikan...hehe..

debbienaomi mengatakan...

betapa saya terharu bukan karena diberi 2 jempol yang katanya kurang, tetapi lebih kepada karena saya menjadi inspirasi seorang mbak tutik untuk menulis.

benar. saya percaya bahwa setiap orang dianugerahi proses sebelum bertemu dengan seseorang yang memang dihadiahkan tuhan untuk kita. alangkah indahnya ketika proses tersebut juga dihargai dengan komitmen dan kesiapan.

terima kasih mbak tutik. i'll pray for you. untuk kebahagiaanmu juga. semangat! godblessyou:)

Posting Komentar