6.27.2010

My Confession


Beberapa hari lalu, kantor saya mengadakan sebuah pelatihan. Pengisi materinya adalah seorang yang katanya pinter (banget) dengan gelar super panjang plus aneh di belakang namanya yang menurut saya susah buat dilafalkan. Sesusah yang punya gelar sepertinya. Berjenis kelamin lelaki, yang sebenarnya cukup good looking andai saja dia tidak bertingkah super duper menyebalkan. Saking nyebelinnya, dia sukses membuat saya menangis. Huhuhuhuhuhu, agak susah mengakui saya menangis gara-gara dia. Tapi ya memang begitu adanya.

Mr. Smart Guy ini entah kenapa doyan banget ngegangguin saya dengan mempermalukan saya di depan forum. Ini deretan ceritanya:

First meeting. Latar belakang pendidikan saya kurang memadai dengan posisi pekerjaan saya saat ini. Jadi saya bilang ke Mr. Smart Guy untuk jangan berbicara terlalu cepat, supaya saya bisa memahami materi dengan baik. Karena saya tau persis, materi yang dibawakan Mr. Smart Guy ini susah. Sebelum pertemuan ini, saya mencoba membaca bukunya, tapi ya ga paham-paham. Jadi menurut saya, ini materi sulit. Eh, ternyata, permintaan saya sebagai efek kekurangan saya diekspose di forum tersebut. Untung cuma ada 8 orang, saya bisa lah mesam mesem. Ketawa ketiwi. Tidak masalah. Baiklah, biarkan saja Mr. Smart Guy ini bertingkah.

Second meeting. Saya ga request apa-apa (seinget saya). Tapi, lagi-lagi, Mr. Smart Guy ini iseng gitu aja ngebawa-bawa saya dengan sindiran-sindirannya di depan forum. Sekali lagi, untung, cuma ada 8 orang. Ga gitu berasa lah. Termasuk juga sindiran-sindirannya paska meeting. Ya sudah, biarkan. Mungkin Mr. Smart Guy terlalu pintar, sampai-sampai tanki otaknyanya luber-luber. Semua-semua dikritikkin.

Third meeting. Ini dia yang jadi bencana!!! Ya pelatihan yang membuat saya menangis. Sebagai new comer, jadilah saya EO, sendirian, semua serba saya sendiri yang lakukan. Tanggungjawab segitu banyaknya dengan wewenang yang belum jelas. Gimana lah caranya supaya pelatihan dengan 30an peserta yang rata-rata punya jabatan oke ini berlangsung sukses. Ada beberapa orang yang saya amati, mencari celah kelemahan dan kekurangan saya. Jelas dong, saya berusaha seoptimal mungkin buat meminimalkan itu, biar orang-orang itu ga akan mendapatkan mau mereka dengan mudah. Eh, eh, eh, eh, lhah, kok Mr. Smart Guy ini yang bikin gara-gara. Ini ni kalimat yang muncul dari Mr. Smart Guy yang menciptakan bencana buat saya:“Harusnya ini ada print outnya (materi yang sedang dia bawakan) sebagai panduan kita.” Jelas lah, kalimat Mr. Smart Guy barusan itu memancing dua pejabat tinggi kantor saya untuk menegur saya serta merta saat itu juga. Pertama, teguran dari GM saya, disusul teguran dari CEO saya. Saat itu juga, di depan forum dengan 30an peserta. Ini teguran mereka:“Harusnya ini sudah ada dari kemarin, bukan sekarang baru mau diprint.” Apesnya lagi, dua orang bos saya itu suaranya pada kenceng semua. Hadaaaaaah, rasanya saya mau mati. Panas semua wajah saya. Panas menahan marah. Gimana ya ga marah, PERTAMA, itu bahan yang HARUSNYA DICETAK UNTUK PANDUAN PESERTA, tidak sekalipun diberikan kepada saya filenya apalagi informasi bahwa itu harus dicetak untuk para peserta. Info itu baru saya dengar ya pas pelatihan. Kenapa juga ga dari kemarin-kemarin gitu kan. KEDUA, ternyata bahan yang Mr. Smart Guy bilang harus ada cetakannya, ga perlu-perlu amat buat dibagi ke seluruh peserta. Cukup para orang-orang tertentu di jajaran top management. Hadaaaaaaaaaaaaaaaah, pengen nimpuk sepatu saja saya ini. Sudah, sudah, slow, sekarang minta filenya, segera dicetak. Asistennya ternyata ga punya dong filenya. Ya sudah, saya mau minta langsung sama Mr. Smart Guy. Eh, asistennya bilang kalau Mr. Smart Guy itu tidak suka diinterupsi kalau sedang presentasi. Hadaaaaaaaaah, rewelnya Mr. Smart Guy ini. Terpaksalah saya menunggu beliaunya ini selesai presentasi sambil menahan emosi. Begitu selesai, saya mintalah filenya, dengan marah-marah lah. Ketika saya buka, format filenya tidak kompatibel dengan format komputer yang ada di kantor saya. Harus diedit dulu. Hadaaaaaaaaaah, kemrungsung lah saya. Secara, saya diburu-buru untuk menyediakan file tersebut secepatnya. Lhah, pas saya lagi melihat layar komputer saat mengedit file tersebut, kok air mata saya meluncur. Pertama-tama masih pelan. Lhoh, lhoh, lhoh kok lama-lama tambah deres tambah deres tambah kenceng. Panik lah saya. Gimana ini, gimana ini. Ya sudah lah, mau gimana lagi. Hapus saja air matanya. Kembali ke ruangan dan bersikap seolah-olah saya tidak menangis. Tapi tetap aja, ketauan, lha mata saya sembab. Bodo lah. Sepanjang sisa pelatihan, saya sewot aja bawaannya. Semua semua kena semprot.  Kalau misalnya pembunuhan itu legal, saya orang pertama yang akan melakukannya dengan target utama Mr. Smart Guy. Seusai pelatihan yang menguras tenaga, saya perlu menenangkan diri sejenak untuk meregulasi emosi saya. Setelah cukup tenang, saya sms Mr. Smart Guy untuk menanyakan bisa ga ya kira-kira tingkahnya yang menyebalkan itu tidak terulang lagi. Beliau menjawab dengan permintaan maaf dan katanya ga akan gitu lagi. Eh,tapi buntut-buntutnya Mr. Smart Guy membahas tentang saya menangis. Kok ya dia tau ya.. Saya ngeles lah, sesusah apapun saya ngeles, saya tetap harus ngeles. Biar keliatan banget maksa, tetap aja saya kekeuh bilang saya ga nangis. Malu lah, bo..

Agak berlebihan kayanya reaksi saya, tapi entahlah, saya paling ga suka ketika saya ditegur di depan umum untuk sesuatu kesalahan yang bukan saya lakukan. Ditambah, saya tidak bisa membela diri saat itu juga. Ditambah lagi, itu dilakukan di depan beberapa orang yang saya tahu benar menginginkan saya celaka. Mungkin itu lah dunia kerja yang sebenarnya, saya perlu beradaptasi dengannya. Seperti yang Mr. Smart Guy bilang, saya masih anak kemarin sore. Anak kemarin sore yang harus belajar banyak bahwa teman dan lawan sangat tipis bedanya. Anak kemarin sore yang harus belajar bahwa air mata tidak akan merubah apapun. Tapi, saya juga anak kemarin sore yang akan lakukan apapun untuk mempertahankan apa yang menjadi hak saya. Saya, anak kemarin sore yang tidak akan diam saja ketika seseorang dengan seenaknya menginjak harga diri saya. Saya, anak kemarin sore yang akan tetap mempertahankan keseimbangan hidup.

Working life lesson learned huh..? Whatta life..  I have to learn about working life more more more more and more.. Saya tidak akan membiarkan air mata saya kemarin sia-sia.. Selalu ada yang harus didapatkan dari semua lara yang tercipta..








6.11.2010

I am Woman

Curi-curi waktu dikit aja buat nulis lagi. Tiba-tiba hasrat menulis begitu besar plus ada ide pula. Daripada ilang. Sabtu, pekan lalu, saya dan seorang sahabat watched the movie. Sebuah film dari serial yang jadi favorit saya, the one and only, SEX and THE CITY. Ceritanya standar lah, saya akui itu. Tapi ada satu hal yang sangat menginspirasi saya (asli, saya merinding ketika menulis ini) dari film itu, salah satu soundtracknya yang berjudul: I am Woman. Versi aslinya dinyanyikan oleh Helen Reddy di sekitar tahun 70an (saya baru tau Helen Reddy setelah saya googgling. And she’s so adorable. Beautiful, charming, energic, dynamic and so awesome). Saya download lagunya, saya putar again again again dan again. Saya ikut menyanyikan liriknya keras-keras (thanx God, I have my own officeroom. Ga perlu takut mengganggu orang lain). Tulisan ini dibuat dengan iringan Helen Reddy, dan saya masih saja merinding!!!!! Dan ini liriknya:

I am woman, hear me roar

In numbers too big to ignore
And I know too much to go back an' pretend
'cause I've heard it all before
And I've been down there on the floor
No one's ever gonna keep me down again
Oh yes I am wise
But it's wisdom born of pain
Yes, I've paid the price
But look how much I gained
If I have to, I can do anything
I am strong (strong)
I am invincible (invincible)
I am woman
You can bend but never break me
'cause it only serves to make me
More determined to achieve my final goal
And I come back even stronger
Not a novice any longer
'cause you've deepened the conviction in my soul
I am woman watch me grow
See me standing toe to toe
As I spread my lovin' arms across the land
But I'm still an embryo
With a long long way to go
Until I make my brother understand

Lagu ini luar biasa. So inspiring me. Coba lihat beberapa liriknya:
·        “Yes, I am wise, but it’s wisdom born of pain”. Seorang perempuan dengan kebijaksanaan yang lahir dari begitu banyak rasa sakit. Saya harus melalui begitu banyak luka dan kepedihan untuk menjadi seperti saat ini. Begitu juga dengan Anda. Pribadi Anda saat ini merupakan tempaan dari berbagai peristiwa dalam kehidupan Anda. Lihat, betapa bijaksananya Anda sekarang.
·        “Yes, I’ve paid the price, but look how much I gained”. Saya membayar lebih untuk dapatkan apa yang saya miliki sekarang, sebuah permulaan keberhasilan yang saya tidak dapatkan begitu saja.  Ada harga sangat mahal yang harus saya bayar. Sangat mahal, begitu mahalnya, saya hampir mati ketika pergi ke kasir untuk melunasinya (sedikit agak berlebihan memang). Jangan lihat dari harganya, tapi lihatlah dari apa yang Anda terima sebagai konsekuensinya.
·        “If I have to, I can do anything”. Saya pernah berkata pada seorang sahabat, bukan masalah saya tidak bisa, tapi ini masalah saya mau atau tidak mau. Bagi saya, tidak ada yang tidak mungkin. Orang ga punya tangan aja bisa menggambar. Orang ga punya kaki aja bisa berlari. Saya dan Anda? Hmmmm..let me think..Kita memiliki segalanya. Kita diciptakan dengan lengkap. Jauh lebih beruntung dari sesama kita yang terlahir dengan ketiadaan beberapa bagian tubuh. So, we can do anything.
·        “You can bend but never break me, 'cause it only serves to make me more determined to achieve my final goal. And I come back even stronger, not a novice any longer, 'cause you've deepened the conviction in my soul”. Baiklah, hati saya memang pernah tersayat-sayat oleh begitu banyak kejadian. Tapi hati saya tidak pernah benar-benar hancur. Jadi stop being a drama queen then. Semua kepedihan yang saya terima hanya memacu saya untuk berprestasi lebih dari sebelumnya. Tidak butuh waktu lama. Kita tidak perlu waktu lama untuk menjadi lebih kuat dari saat ini. Say goodbye dengan semua pertanyaan: Apakah aku bisa kembali pulih, apakah aku akan bisa berprestasi kembali dengan kegagalan ini. Apakah ini apakah itu.

Kalau saya bisa, Helen Reddy bisa, Anda pun bisa. All of pain in our live. All of failure in our way. Kita bisa lalui itu semua. Segala macam pandangan sebelah mata, segala kesangsian atas kemampuan kita, itu hanya membuat kita lebih berusaha dan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Kita bisa lalui itu semua karena: I AM WOMAN, I AM STRONG, I AM INVINCIBLE..Yes, I proudly say that I AM WOMAN..

6.10.2010

Melajang, Salah ya...?

Hari ini, kerjaan saya di kantor (saya suka banget ni sama statemen ini, soalnya saya ga nganggur lagi, ga gila lagi gara-gara nganggur) lagi santai (kaya di pantai). Ya jelas lah, secara saya habis kerja rodi dua minggu kemarin, pontang-panting ngejar target. Break lah bentar. Awal minggu, gila lagi. Ngejar target lagi. Hehehehehehe.. Ga penting juga si intermezzonya, jadi ga jelas saya mau cerita apa..hihihihihihihihi..

Jadi gini, karena hari ini saya santai, saya melakukan sesuatu yang disebut manipulasi waktu. Gayanya aja saya serius di depan komputer, tapi buat blogging.. Nanti kalau ada yang masuk, saya ganti lah page, ke web-web yang berisi materi kerjaan saya. Ketika saya blogging, ada satu tulisan menarik tentang “Pernikahan Merupakan Pencapaian Terbesar”. Bagi saya, tulisan itu keren. Fenomena wanita sukses, pendidikan tinggi dengan pekerjaan oke. Penampilan wah dengan body sedap dipandang. Tapi, masih melajang. Pasti lah, kalau lagi kumpul-kumpul temen, keluarga, pertanyaan yang muncul: Kapan merit? Dijawab ga tau, dibales lagi: Kenapa si ga mau merit. Hadaaaah..

Sayangnya, pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu itu, sering-seringnya, muncul dari sesama perempuan yang sudah menikah. Waduh, ga setia kawan ni. Ngejatuhin temen sendiri. Mungkin, memang bawaannya perempuan kali ya, suka sekali berkompetisi. Kalau ada temennya yang belum merit, dia merasa menang. “Yeyeyeaaah, temen gue ga laku. Gue laku.” Atau sebenarnya, pengen bisa sekolah tinggi, kerja mapan, duit banyak dari hasil kerja sendiri tapi keburu merit, iri, jadi berusaha menjatuhkan temen sendiri.

Siapa si yang ga pengen merit, punya anak yang lucu-lucu, keluarga yang oke? Semua mau lah pasti. Tapi prioritas orang kan beda-beda nih. Kaya di blog itu, ada yang komen,” Kalau yang di depan mata itu tawaran buat studi overseas, masa ya ga saya ambil. Mo merit, yang dimerit’in juga belum ada.” Masa iya, kita harus ngikutin kata orang,”Meskipun belum ada calon, jangan si diambil tawaran itu. Nanti bikin kamu tambah susah dapet jodoh.” Preeeeeeeet..

Beruntunglah orang yang studi tinggi, pekerjaan oke, merit cepet. Kaya temen-temen saya sekolah paska sarjana dulu. S2, pacar siap melamar, begitu ijazah keluar, dilanjut ijab sah, selesai ijab sah, dapet kerja di perusahaan mentereng. Saya juga mau laaaaah kalau begitu itu. Masalahnya, jatah orang ada sendiri-sendiri katanya. Kalau itu belum jadi jatah kita, gimenong? Kita buang aja jatah kita, ngerebut jatah dia?

Jatah saya saat ini sepertinya masih pada fase melajang. Kecemasan itu ada lah, mengingat teman-teman saya taken one by one. Kalau kumat melo yelo belonya, saya suka nanya: “Kapan saya taken?” atau “Ada ga ya yang mo take saya?” Hahahahahahaha..silly, tapi itu realita.
Nanti, kalau saya sedang tenggelam dalam kerjaan, saya suka mbatin: “Untung saya masih lajang, ga kepikiran ninggalin anak kelamaan, ga bertengkar sama suami gara-gara pulang malem.”

Saya masih belajar banyak untuk dealing dengan kondisi saya sekarang. Ga pernah mudah. Siapa bilang jadi lajang itu mudah? Banyak godaannya, terutama dari para lelaki yang suka sekali cari iklan di kehidupan perkawinan mereka. Fasilitas yang ditawarkan, ampun-ampun. Dari fasilitas level rendah, seperti pulsa yang terisi dengan sendirinya hingga tawaran posisi asoy geboy di perusahaan asing besar. Merem melek mata saya kalau nemu godaan kaya gini. Tapi ya itu tadi, namanya juga godaan. Cuma menggoda. Ga serius. Belum lagi nanti disirikkin sama para perempuan yang khawatir suami-suaminya lari. Hadaaaaah... Pernah ya, saya jengkelnya setengah mati, lelakinya yang genit, saya yang kena apesnya. Lha saya ga ngapa-ngapain, kok saya dibilang ngegangguin suami orang. Ya oloooooh..

Saya pernah bilang sama sahabat saya kalau saya mulai bisa menikmati kesendirian saya. Gimana ga susah ya, saya ini masuk di lingkungan baru yang notabene semua sudah menikah. Saya ga punya temen nongkrong atau ngobrol yang sepikir. Kesepian saya. Kemana-mana, sendiri. Haduh, ampun-ampun. Secara, saya ini anti soliter mampus. Ekstrovert sejati yang sangat menyukai berinteraksi dengan orang. Berdarah-darah saya di awal-awal. Ada sih yang bersedia diajak nongkrong-nongkrong, ngobrol-ngobrol, enak diajak ngobrolnya, tapi sudah punya bini. Bisa dirajam nanti saya, dibilang melakukan usaha merebut suami orang. Tiap hari saya memaki: “Gue juga ga mau kali kaya begini, tapi kalo gue emang lagi begini, masa iya gue maksa kawin.” Bodoh memang terkadang saya itu. Silly. Hahahahahahahaha..

Tapi eniwei, bener lah yang di blog itu bilang, menikah melajang sama enaknya sama sulitnya. Sama lah semuanya itu. Sudah ada porsinya sendiri-sendiri. Kalau melajang tampak lebih menyenangkan dari menikah, ya itu pas circlenya saja. Kebetulan lagi di putaran yang enak. Menikah juga begitu. Jangan sih kaya orang susah, Toetiek. Go go power ranger aja lah..

Go go you, girl.. Yes, you can..

6.01.2010

The Princess



Sang Putri menangis. Air mata yang tertahan akhirnya meluncur deras semalam. Pagi ini pun, sang Putri masih menangis walaupun tidak sekencang tadi malam. Hati sang Putri terluka sekian kali. Tidak pernah terbersit dalam benak sang Putri untuk membiarkan hatinya kembali tersakiti oleh apa yang orang bilang itu cinta. Hati itu sudah cukup lama terlindungi, luka itu sudah kering sepertinya, maka sang Putri pun mencoba kembali mengenalkan hatinya pada sebuah rasa yang menciptakan kehidupan, hasrat dan keindahan. Terpuruk dalam sebuah paranoid, self blamming dan rasa tidak percaya diri cukup membuat sang Putri jengah. “Tidak baik untuk hatiku,” ujar sang Putri. Dan sang Putri dengan susah payah kembali berdiri dari keterpurukan itu.  

“Kamu menarik, kamu pintar, kamu menyenangkan, kamu loveable, kamu memiliki segalanya. Tidak pernah ada cukup alasan untuk membuatmu merasa tidak pantas untuk dicintai,” begitu sahabat-sahabat sang Putri memberikan semangat. Mengembalikan rasa percaya diri yang tercecer. Sang Putri pun tersenyum, “Waktunya kembali membuka hati untuk Pangeran.”

Kali ini, sang Pangeran berdiri di sana. Dengan segala kemapanan hidup. Kematangan pribadi. Pesona diri. Kejantanan lelaki. Sang Pangeran tersenyum, dan sang Putri tahu, hatinya telah tertambat. Tak lama sang Pangeran pergi. Entah mengapa, sang Putri merasa gelisah. Tidak lama, kegelisahan sang Putri terjawab. “Apakah aku memenuhi kualifikasinya? Aku hanya tidak ingin mengecewakannya. Apa aku cukup berharga untuknya?” sang Pangeran berkata pada seorang sahabat sang Putri. Seribu satu jawaban yang diberikan sahabat sang Putri pada sang Pangeran tidak cukup mampu membuat sang Pangeran sadar bahwa hati sang Putri telah tertambat padanya. Dan sang Pangeran pun pergi, meninggalkan sang Putri yang kembali terluka. Hanya saja kali ini, ada air mata di wajah sang Putri.

;;