7.05.2009

Perempuan dan Pernikahan

Saya habis membaca sebuah tulisan seorang teman di FB yang menceritakan tentang kehidupannya setelah menjadi seorang ibu. Garis besar tulisan tersebut adalah saat ini, kehidupan perempuan lajang (salon, nongkrong, bekerja larut, memperhatikan penampilan sangat) sudah bukan menjadi prioritas lagi karena sang anak tidak akan perduli apakah teman saya itu cantik, wangi, rambut tertata, keren, modis atau seksi. Yang diperdulikan oleh sang anak hanyalah kehangatan pelukan seorang ibu, kecupan manis penghantar tidur, suara merdu senandung yang menenangkan serta senyuman mengembang penuh ketulusan.

Inti tulisan itu (saya melihatnya) sebagai sebuah motivasi bagi para perempuan yang baru saja menjadi ibu dan sedang mengalami kegalauan hati akan perubahan fisik diri karena anak. Tidak ada lagi waktu yang cukup untuk memanjakan diri sendiri karena sebagian besar waktu tersita untuk anak. Jangankan memanjakan diri dengan ke salon, belanja atau sekedar nongkrong di coffee shop, bisa tidur pulas 8 jam sehari tanpa gangguan saja menjadi berkah yang luar biasa.

Saya acungi jempol bagi para perempuan yang sedang berada pada fase tersebut. Bukan hal yang mudah menukar kehidupan lajang, mandiri dan penuh kebebasan dengan kehidupan yang memprioritaskan orang lain (anak terutama) dan cenderung mengabaikan kebutuhan diri sendiri.

Seorang teman berkata pada saya bahwa menjadi seorang ibu merupakan anugerah terindah dalam hidupnya. Nine west, guess, mango, starbucks, coffee bean, dome, jade, musro, red box, hugo's, embassy, blitz atau bahkan sekedar 21 tidak lagi memberi kepuasan. Sumber kepuasan berganti pada mamy poko, mitu baby, zwitzal, nutrilon royal, cool, promina, tumble todd, osh kosh atau bahkan sekedar odong-odong depan rumah.

Sekali lagi, saya berikan dua jempol saya pada perempuan yang berani ambil resiko dengan peran barunya, peran perempuan seutuhnya. Salute..!!

1 komentar:

karla's dictionary mengatakan...

nice posting.. berbobot! hahaha..

Posting Komentar